Kamis, 21 Agustus 2014

Tak Adil



Tak adil rasanya saat hati harus terluka menanggung kesalahpahaman yang tak pernah berujung. Saat ego menjelma menjadi raja yang tak bisa dibantah, tak ada lagi yang dapat mendamaikan.
Cinta adalah masalah penerimaan. Bagaimana hati bisa selapang mungkin memaafkan, bagaimana rindu bisa tercipta layaknya detik yang tak pernah ingkar kepada waktu. Cinta harus mampu bertarung dengan ego. Keegoisan yang selalu menjelma manis di awal, toh akhirnya juga akan menghasilkan sebuah penyesalan panjang yang tak berujung saat cinta itu perlahan mulai samar terkikis ego.
Aku bukanlah malaikat yang memiliki kesucian hati seputih kapas. Aku hanyalah insan yang mencoba mencuci hati agar senantiasa terjaga. Namun apa daya saat tipuan dunia mampir bertahta? Apakah semua ini adalah dosa saat aku menjadi korban tipu daya dunia? Aku tak mau dan tak pernah mau menyulut api kecemburuan dimatamu. Aku selalu berusaha memposisikan diriku layaknya permaisurimu yang selalu taat padamu. Namun aku tak terlahir dari keturunan keraton yang hidup dalam pingitan. Aku punya teman yang kukenal jauh sebelum aku mengenalmu. Namun jangan pula kau anggap aku sebagai perempuan yang tak punya malu dan tak tau cara memposisikan diri, jauh sebelum aku mengenalmu, keluargaku selalu menanamkan batasan-batasanku dalam bergaul.
Sekali lagi aku katakan, aku tau cara memposisikan diriku sebagai pasanganmu dan sebagai teman mereka. Lalu mengapa hingga detik inipun kau menganggapku seperti itu? Seolah melaknat sikapku dan menganggapku seperti apa yang ada dalam fikiranmu. Sekali lagi, tolong jangan sejajarkan aku dengan perempuan-perempuan yang pernah kau kenal.
Namun apalagi yang mampu aku jelaskan. Ahh memang tak mudah menjelaskan suatu alasan kepada orang ego sepertimu. Seakan semua menjadi salah tanggap. Tak ada benarnya. Aku hanya bisa pasrah dan menunggu sampai kau berhenti berfikir yang negatif tentangku.
Aku mencintaimu. Aku tau cara memposisikan diriku. Tak cukupkah waktu-waktu yang tlah kita lalui bersama untuk membuktikan bahwa aku mencintaimu? Tak cukupkah pengorbanan ini menjadi penguji kesetiaanku? Aku tak menyalahkan egomu, itulah sifatmu. Aku hanya menyalahkan diriku sendiri, yang terkadang selalu kehabisan cara untuk meyakinkanmu bahwa sesungguhnya, Aku mencintaimu. Yaa. Aku mencintaimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar