Zahra
bergegas dari tempat tidurnya. Ia menyusuri jalan setapak dari rumah mungil
yang ia tempati. Pikirannya kacau balau tak karuan. Memang semenjak kepergian
Farhan tak tak tentu hulu hilir alasannya itu, Zahra hanya menghabiskan
waktunya dikamar tidur. Membiarkan sungai-sungai kecil terus mengalir deras
dari sudut mata sayunya. Sore itu ia nekat menemui Farhan dirumahnya.
“Assalamualaikum” Zahra mengucap
salam didepan pintu rumah Farhan
“Waalaikumsalam” jawab Farhan kaget.
Ia tak menyangka Zahra nekat menemuinya.
Pengakuan
Farhan beberapa minggu lalu bahwa dirinya ditunangkan secara paksa oleh orang
tuanya menjadi Zahra. Ia sangat tak percaya bahwa hal itu bisa terjadi, sebab
selama ini ia yakin betul bahwa Farhan adalah lelaki setia dan akan menjadi imamnya
nanti.
“kan mas sudah bilang, adek jangan
kesini, masalahnya akan tambah runyam” ucap Farhan.
“adek ndak bisa mas, adek Cuma
sayang sama mas, adek ndak bisa ditinggal mas, adek kesini untuk meyakinkan
hati orang tua mas bahwa adek sayang sama mas, sehingga pertunangan itu dapat
dibatalkan” ucap Zahra disertai isak tangis yang tiada henti.
“Ibu tidak bisa membatalkan
pertunangan yang sudah dilangsungkan minggu lalu itu. Ini sudah menjadi
keputusan keluarga maupun Farhan sendiri. Iya kan Farhan?” Ibu Farhan yang
sejak tadi sudah mendengar pembicaraan mereka langsung naik pitam.
“Zahra mohon bu, restui hubungan
Zahra dengan mas Farhan. Zahra sangat menyayangi mas bu” Zahra bersimpuh
dihadapan Ibunda Farhan.
Pertunangan yang telah terjadi
minggu lalu itu memang sepenuhnya bukan keinginan keluarga. Dengan alasan
beberapa sifat buruk Zahra, Farhan memutuskan untuk lebih memilih calon yang
telah disiapkan keluarga. Pilihan yang sangat berat memang, dimana cinta dan
kepatuhan menjadi taruhannya. Saat istana yang sudah Farhan bangun bersama
Zahra dalam bingkai pacaran 5 tahun lamanya harus rela runtuh demi dibangunnya
istana pernikahan yang lebih megah lagi. Namun apa artinya istana megah jika
tak ada kebahagiaan disana? Jika cinta lebih sering hadir kepada istana
mungil?. Farhan kalut, ia bimbang harus mempertahankan yang mana. Namun
keputusan keluarga menjadi hal nomor satu yang harus Farhan patuhi. Itulah
prinsipnya. Meski harus menanggung luka meninggalkan orang yang dia sayang, ia
terima begitu saja pertunangan itu.
Waktu yang bergulir ternyata tak
mampu membalut luka dihati Zahra. Luka itu terlalu dalam mengakar, infeksinya
menggerogoti seluruh jiwa bahkan badannya. Tubuh mungil yang dulu terlihat
sanagt mempesona, sekarang menjadi kurus tak terawatt, mukanya kusut, matanya
bengkak, ia tak mau makan, tak mau minum, tidurpun enggan. Seluruh waktunya ia
habiskan untuk menangis meratapi kepergian Farhan.
Sementara Farhan terlihat begitu
sangat tegar. Ia menjalani hari-hari baru dengan tunangannya. Entah sudah mulai
memudar kemana cinta yang dulu ia agung-agungkan bersama Zahra.
Hingga suatu hari , kegilaan Zahra
muncul lagi. Ia kembali mendatangi rumah Farhan. Kali ini ia enggan bergeming.
Ia hanya meluapkan seluruh perasaannya lewat goresan tinta pada tumpukan kertas
putih.
Teruntuk
mas Farhan tersayang
Entah sudah keberapa kali diri ini
menjadi pengemis cintamu mas, mungkin semua orang menganggapku wanita bodoh
bahkan tak punya malu. Berkali-kali datang bersimpuh mengemis cinta lelaki.
Namun aku sudah tak peduli mas, cinta yang daridulu aku bangun bersamamu enggan
runtuh dari hatiku meski sudah berkali-kali kau palu. Aku hanya mohon kepadamu
mas, tengoklah kembali kisah kita, ingatlah kembali janji-janjimu kepadaku,
janji terbesarmu untuk menikahiku, kemanakah gerangan sekarang semua itu?
Apalagi yang dapat aku lakukan
sekarang selain berpasrah kepada sang pemberi cinta. Apalagi yang mampu aku
tatap selain menatap menyaksikan kebahagiaanmu menggandeng wanita lain
dipelaminan yang dahulu sering kita idam-idamkan. Apalagi yang mampu aku
usahakan selain membiarkan pintu hati ini terbuka hingga nanti kau kembali
padaku, entah di dunia atau di akhirat kelak.
Sekarang, ijinkan aku merasakan
hangatnya dekapmu walau sedetik. Lalu biarkan aku pergi. Biarkan aku menikmati
kebahagiaan dengan caraku sendiri. Jaga dia seperti engkau menjagaku dulu, atau
bahkan lebih. Aku tunggu kamu disurga mas, Zahra selalu sayang mas Farhan.
Adinda
yang terbuang
Zahra
Tak
terasa, menetes juga air mata Farhan membasahi kertas itu. Zahrapun hanya diam
membisu menikmati setiap tangisannya. Farhan merangkul Zahra, ia tak kuasa
melihat Zahra dalam keadaan begitu.
“maafkan mas dek, mas ndak bisa,
maafkan mas” hanya kata-kata itu yang mampu Farhan katakana hingga berulang-ulang.
Tangisnya meledak. Mereka sama-sama terbius dalam tangis. Menikmati moment yang
sudah lama tak pernah mereka lalui bersama.
“biarkan adek pergi mas, biarkan
adek menghilang dari kehidupan mas. Adek pastikan adek akan baik-baik saja”
“ mas antar adek pulang yaa,?”
“tidak usah mas, adek akan pastikan
adek baik-baik saja”
“adek yakin?, jangan bikin mas
khawatir” Farhan cemas.
***
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar